cover
Contact Name
Dr. Nurjannah S, SH., MH
Contact Email
nurjajustice@gmail.com
Phone
+6281805222976
Journal Mail Official
jihmediakeadilan@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram Jl. KH Ahmad Dahlan No. 1, Pagesangan, Mataram, 83125
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 23390557     EISSN : 26851857     DOI : https://doi.org/10.31764/mk:%20jih
Core Subject : Humanities, Social,
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram. Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum didirikan pada Januari 2012, merupakan lembaga yang yang fokus pada pengembangan jurnal untuk mahasiswa, dosen, dan semua entititas pengemban hukum dalam topik global dan partikular. Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum diterbitkan dua kali setahun pada bulan April dan Oktober. Jurnal ini Menyediakan versi cetak dan akses terbuka langsung ke kontennya dengan prinsip bahwa penelitian tersedia secara bebas untuk diperoleh publik serta mendukung pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Tujuan Jurnal ini adalah menyediakan ruang bagi akademisi, peneliti dan praktisi untuk menerbitkan artikel penelitian asli, atau artikel ulasan. Ruang lingkup tulisan yang diterbitkan dalam jurnal ini berkaitan dengan berbagai topik dibidang hukum Islam dan Bisnis Islam, Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Hukum Perdata, Hukum Internasional, Hukum Konstitusi, Hukum Lingkungan, Hukum Kesehatan dan Medis, Hukum Adat, Hukum Internasional, dan bagian Hukum Kontemporer lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 1 (2020): April" : 7 Documents clear
KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM: MENYOAL KONSEP KEADILAN HUKUM HANS KELSEN PERSPEKTIF “AL-‘ADL” DALAM AL-QUR’AN Mukhlishin Mukhlishin; Sarip Sarip
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (488.519 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.1954

Abstract

Justice as an ideal and legal objective can be realized through law. Hans Kelsen said, justice is the legality that the benchmark lies in its validity according to positive law. This study aims to describe the concept of fairness according to Hans Kelsen's philosophy and relevance to the concept of al-Adl al-Qur; an. This study is a literature review, with a philosophical approach - Usul Fiqh. The results of the study show that the concept of al-'Adlu in the Qur'an has a wider scope from a human perspective. Al-'Adl has the substance of absolute justice only possessed by the Divine, revealed to the Prophet Muhammad, the Prophet's behavior is justice (prophetic philosophy). Subjective justice, which is essentially an attempt to fulfill positive legal certainty as a benchmark, is completely untenable. Because, justice is not limited to validity according to positive law but justice must pay attention to the meaning of lafadz al-'Adl is a transcendental basis that is absolute for human benefit. The concept of "al-'Adl" offers three levels of benchmarks of justice, namely dharurîyat, hajîyat and tahsinîyat as the spirit of the Qur'an that links morality and belief.Keywords: absolute, al-‘adl, justice, legal satisfation ABSTRAKKeadilan sebagai cita-cita dan tujuan hukum bisa diwujudkan melalui hukum. Hans Kelsen menyebutkan, keadilan adalah legalitas bahwa tolak ukurnya terletak pada keabsahannya menurut hukum positif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konsep adil menurut filsafat Hans Kelsen dan relevansi dengan konsep al-Adl al-Qur;an. Metodologi kajian ini merupakan kajian pustaka, dengan pendekatan filosofis-Ushul Fiqih. Hasil kajian bahwa konsep al-‘Adlu dalam al-Qur’an memiliki ruang lingkup lebih luas dari perspektif manusia. Al- ‘Adl memiliki substansi keadilan mutlak hanya dimiliki oleh Ilahi, diwahyukan kepada Nabi Muhammad, maka perilaku Nabi adalah keadilan (filsafat profetik). Keadilan subjektif yang pada esensinya sebagai upaya pemenuhan kepastian hukum positif sebagai tolak ukur, sepenuhnya tidak dapat dipertahankan. Sebab, keadilan tidak terbatas pada keabsahan menurut hukum positif tetapi keadilan harus memperhatikan makna lafadz al-‘Adl basis transendental yang bersifat absolut bagi kemaslahatan manusia. Konsep “al-‘Adl” menawarkan tiga tingkatan tolak ukur keadilan, yakni dharurîyat, hajîyat  dan tahsinîyat sebagai ruh dari al-Qur’an yang mengaitkan antara moral dan kepercayaan.Keyword: absolut, al-‘adl, keadilan kepastian hukum
IMPLIKASI JUDICIAL REVIEW TERHADAP HAK ANGKET YANG DIAJUKAN OLEH DPR PASCA PUTUSAN MK NO.26/PUU-XVI/2017 TENTANG PERMOHONAN HAK ANGKET DPR Agnes Fitryantica
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.713 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.1353

Abstract

The Constitutional Court based on Article 24C of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has 4 authorities and 1 obligation. These provisions are further contained in Article 10 of Law Number 24 Year 2003 concerning the Constitutional Court. The constitutional authority of the Constitutional Court in examining, adjudicating and deciding cases of judicial review of the constitution is about the constitutionality of norms. The method used is normative (doctrinal) legal research, using secondary data in the form of primary, tertiary and secondary legal materials. One of the legal materials used as the basis for analysis is the judge's decision and its implications for the judicial review. The results of the study that, the authority to test the Act against the 1945 Constitution theoretically or practically, makes the Constitutional Court as a controlling and balancing body in the administration of state power. The KPK is not the object of the Parlement questionnaire rights. The ruling emphasized that the KPK was an institution that could be the object of the questionnaire right by the Parlement. The implications of the decision of the Constitutional Court Number 36 / PUU-XV / 2017, can be grouped in two ways, namely: first, the implications are positively charged, namely the affirmation of the ownership of the House of Representatives questionnaire rights in Indonesian governance. Second, the negative implication is the possibility of using the DPR's excessive questionnaire rights without regard to existing limitations.Keywords : constitutional court; KPK; parlement.Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 memiliki 4 kewenangan dan 1 kewajiban. Ketentuan tersebut dituangkan lebih lanjut dalam Pasal 10 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar adalah mengenai konstitusionalitas norma. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif (doktrinal), dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, tersier dan sekunder. Salah satu bahan hukum yang dijadikan dasar analisis adalah putusan hakim dan implikasinya terhadap yudicial review. Hasil penelitian bahwa, kewenangan menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 secara teoritis atau praktis, menjadikan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengontrol dan penyeimbang dalam penyelenggaraan kekuasaan negara, Dalam Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan pemohon yang pada intinya menyebut KPK bukan merupakan objek hak angket DPR. Putusan tersebut menegaskan KPK merupakan lembaga yang dapat menjadi objek hak angket oleh DPR. Implikasi dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua hal, yaitu: pertama, implikasi yang bermuatan positif, yaitu penegasan dimilikinya hak angket Dewan Perwakilan Rakyat dalam ketatanegaran Indonesia. Kedua, Implikasi yang bermuatan negatif yaitu adanya kemungkinan penggunaan hak angket DPR yang eksesif tanpa memperhatikan batasan-batasan yang ada.Kata Kunci: DPR; KPK; Mahkamah Konstitusi.     
CERAI BERSYARAT (SHIGHAT TA’LIQ) MENURUT DUAL SISTEM HUKUM (Hukum Islam dan Hukum Perdata) Nurhadi Nurhadi
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.915 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.1151

Abstract

Marriage is a sacred covenant that unites two deeply bound human beings (mitsaqan ghalizha). The agreement was concluded in a consent agreement between guardian and future husband. Indonesian civil law requires saying the husband's sighat ta'liq to his wife. The essence of sighat ta'liq is conditional divorce between the two. Using normative (doctrinal) legal research, and comparative law approach (fiqh of comparative Mazhab). The results of the study explain that Islamic law assesses a legal marriage if enough conditions and harmony, without sighat ta'liq. Indonesian sighat ta'liq requirements are in government policy through the decree of the minister of religion number 3 of 1953. The aim of the sighat ta'liq is to protect the wife from the abuse of her husband, if the husband violates, the wife has the right to sue in a religious court (divorce). Lafadz sighat ta'liq was made referring to the regulation of the minister of religion number 2 of 1990, but the lafadz contained an understanding of "new marriage and a direct promise of divorce". Compilation of Islamic Law (KHI) as an enactment legislation explanation of UUP number 1 of 1974 Article 46 paragraph 3 does not require sighat ta'liqKeywords : conditional; divorce; dual law; shighat ta’liq; system.Pernikahan merupakan akad sakral yang menyatukan dua insan terikat kuat (mitsaqan ghalizha). Perjanjian disimpul dalam ijab kabul antara wali dan calon suami. Hukum perdata Indoesia mengharuskan mengucapkan sighat ta’liq suami kepada istrinya. Inti dari sighat ta’liq adalah perceraian bersyarat antara keduanya. Menggunakan penelitian hukum normatif (doktrinal), dengan pendekatan perbandingan hukum (fikih perbandingan mazhab). Hasil penelitian menjelaskan bahwa hukum Islam menilai pernikahan sah jika cukup syarat dan rukunnya, tanpa sighat ta’liq. Hukum di Indonesia kebersyaratan sighat ta’liq ada dalam kebijakan pemerintah melalui maklumat menteri agama nomor 3 tahun 1953. Tujuan adanya sighat ta’liq dalam rangka melindungi istri dari kesewenangan suami, jika suami melanggar, istri berhak menggugat ke pengadilan agama (cerai gugat). Lafadz sighat ta’liq dibuat mengacu pada peraturan menteri agama  nomor 2 tahun 1990, namun lafadz tersebut mengandung pemahaman “baru nikah langsung janji cerai”. Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai peraturan perundangan penjelasan dari UUP nomor 1 tahun 1974 Pasal 46 ayat 3 tidak mewajibkan sighat ta’liq.Kata Kunci: bersyarat; bersyarat; dual sistem hukum; shighat ta’liq.
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN INDONESIA DALAM ASPEK KEPIDANAAN Eric Rahmanul Hakim
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.317 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.1615

Abstract

This study aims to analyze environmental issues in criminal aspects. The aspect of environmental punishment is one of the most important factors to consider because it is the key to law enforcement and environmental and life sustainability factors in the future. Factually, there have been many deviations in the environmental field in various angles, which have resulted in more environmental pollution and an impact on the future. This study uses juridical-normative research, with dogmatic research, forms of descriptive research and uses descriptive-analytical analysis. The results showed that the role of government is one of the most powerful factors in reducing damage to the environment, because the government itself is part of the population in Indonesia. The government needs to maximize the program so that damage to the environment can be reduced. As mandated by UUPPLH No. 23 of 1997, which was updated with UUPPLH No. 32 of 2009. The law is expected to be able to run in accordance with current and future conditions. But the implementation of the Act still causes violations in the community. This is a factor in the non-operation of existing regulations due to the lack of awareness of related parties, about the importance of preserving nature and the environment, so that criminal aspects are considered as one way out of environmental law enforcement. Keywords: environmental law, law enforcement, criminal.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis persoalan lingkungan pada aspek pemidanaan. Aspek pemidanaan lingkungan menjadi salah satu faktor yang sangat penting diperhatikan karena merupakan kunci dari penegakan hukum dan faktor keberlangsungan lingkungan dan kehidupan dimasa yang akan datang. Secara faktual, banyak sekali penyelewangan dibidang lingkungan dalam berbagai sudut, yang mengakibatkan semakin banyaknya pencemaran lingkungan dan berdampak pada masa mendatang. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis-normatif, dengan jenis penelitian dogmatik, bentuk penelitian perskriptif dan menggunakan analisis deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran pemerintah merupakan salah satu faktor yang sangat kuat untuk dapat mengurangi terjadi kerusakan pada lingkungan, karena pemerintah sendiri merupakan bagian dari penduduk yang ada di Indonesia. Pemerintah perlu memaksimalkan program, agar kerusakan yang terjadi pada lingkungan dapat berkurang. Sebagaimana amanat UUPPLH Nomor 23 tahun 1997, yang diperbarui dengan UUPPLH no 32 tahun 2009. Undang-undang tersebut diharapkan dapat berjalan sesuai dengan keadaan saat ini dan akan mendatang. Tetapi implementasi Undang-Undang tersebut masih saja menimbulkan pelanggaran di masyarakat. Hal ini menjadi faktor tidak berjalannya peraturan yang ada karena kurangnya kesadaran pihak-pihak terkait, tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan, sehingga aspek pemidanaan dianggap sebagai salah satu jalan keluar terhadap penegakan hukum lingkungan.Kata kunci : hukum lingkungan, penegakan hukum, pidana 
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN JASA PARKIR DITINJAU DARI HUKUM POSITIF Edi Yanto; Imawanto Imawanto; Tin Yuliani
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.879 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.2264

Abstract

This article discusses the related problem of frequent loss of goods or vehicles in the parking area, causing disputes between consumers and parking managers. Most parking attendants do not want to be blamed for the loss of goods or consumer vehicles. Parking service managers always use the excuse that their work complies with the agreement or clause stated in the parking ticket, that is, "the parking manager is not responsible for the loss of goods and / or vehicles". Implementation and inclusion of standard clauses on parking tickets places the parties in an unequal position. This can be used by business actors to make a profit. This type of research uses normative legal research with a statutory approach. The results of the study, that the form of legal protection for consumers of parking services in terms of a positive law, is the parking manager is obliged to guarantee the security and safety of objects of safekeeping agreement for a specified period. In the event of damage or loss of object for safekeeping, the parking manager is responsible for providing compensation.Keywords:, consumers, legal protection, services, parking  ABSTRAKArtikel ini membahas persoalan terikait sering terjadinya kehilangan barang atau kendaraan di areal parkir, sehingga menimbulkan perselisihan antara konsumen dengan pengelola parkir. Kebanyakan petugas parkir tidak mau disalahkan atas hilangnya barang atau kendaraan konsumen. Pengelola jasa parkir selalu menggunakan alasan bahwa pekerjaanya telah sesuai dengan perjanjian atau klausula yang tertuang di karcis parkir, yakni, “pengelola parkir tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan barang dan/atau kendaraan”. Pelaksanaan dan pencantuman klausula baku pada karcis parkir, menempatkan para pihak pada kedudukan yang tidak seimbang. Hal tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian, bahwa bentuk perlindungan hukum bagi konsumen jasa parkir ditinjau dari hukum positif, adalah pengelola parkir wajib menjamin keamanan dan keselamatan obyek perjanjian penitipan barang selama jangka waktu yang ditentukan. Apabila terjadi kerusakan atau kehilangan obyek penitipan barang, maka pengelola parkir wajib bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi.Kata Kunci: jasa, konsumen, parkir, perlindungan hukum
MEKANISME PENCALONAN DAN PENGISIAN JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN YANG DEMOKRATIS DAN KONSTITUSIONAL Widya Hartati; Ratna Yuniarti
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (415.686 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.2158

Abstract

 This study discusses the implementation of the State namely the election of President and Vice President through the general election process (Election). Election is a peaceful process of changing power carried out in accordance with the principles outlined in the constitution. On the other hand, the implementation is not yet democratic and of good quality. This research is a normative legal research, and uses descriptive qualitative analysis. The results of this study indicate that the mechanism for nominating and filling the positions of President and Vice President, is considered still contrary to the principle of popular sovereignty, unconstitutional, violating the principles of democracy and the constitutional rights of political parties and citizens. The mechanism for nominating and filling the positions of President and Vice President will be more democratic if, carried out through political parties and individual channels. For the nomination of the President and Vice President of the Individual Track, in the 2019 simultaneous elections, not a single candidate had passed through the requirements. On the other hand the great expectations of the people so that the Indonesian General Election can be more democratic and the leaders produced are truly from the people, by the people, for the people. Representation through political parties and individual candidates is one mechanism in producing quality leaders.Keywords: constitutional, democratic, presidential election and vice presidentABSTRAKPenelitian ini membahas tentang penyelenggaraan Negara yaitu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden melalui proses pemilihan umum (Pemilu). Pemilu merupakan proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan oleh konstitusi. Disisi lain, pelaksanaannya belum demokratis dan berkualitas. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pencalonan dan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, dinilai masih bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, inkonstitusional, melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan hak-hak konstitusional partai politik maupun warga negara. Mekanisme pencalonan dan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden akan lebih demokratis bila, dilakukan melalui jalur partai politik dan jalur perseorangan. Untuk pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Jalur Perseorangan, pada pemilu serentak tahun 2019, belum ada satu calon pun yang berhasil lolos melalui persyaratan. Disisi lain besar harapan rakyat agar Pemilihan Umum Indonesia bisa lebih demokratis dan pemimpin yang dihasilkan benar-benar dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Keterwakilan melalui partai politik dan calon perseorangan merupakan salah satu mekanisme dalam menghasilkan pemimpin yang berkualitas.Kata kunci: demokratis, konstitusional, pemilu presiden dan wapres
PENTINGNYA KESADARAN HUKUM DAN PERAN MASYARAKAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI PENYEBARAN BERITA HOAX COVID-19 Nabila Farahdila Putri; Ellin Vionia; Tomy Michael
Media Keadilan: Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2020): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (372.397 KB) | DOI: 10.31764/jmk.v11i1.2262

Abstract

Currently in Indonesia is being hit by corona virus, corona virus is a new disease called Covid-19. There are a lot of news about corona virus, even in this condition there are still many hoaxes or fake news events. With current technological developments, the spread of hoax news is very easy to occur through social media, namely the internet. In this journal the focus is on the problem of spreading false news related to covid-19 and the role of the public in fighting hoax news with digital literacy. This research method uses empirical research methods and content analysis related to hoax news dissemination. The purpose of this study explains the efforts to the public to deal with hoax news related to covid-19 with digital literacy. The novelty of the research in this study the researcher connects public awareness with legal responsibility for the perpetrators of hoax news dissemination. The results of this study, show that literacy culture through articles, YouTube makes it easier for people to identify hoax news. Digital literacy culture is a solution to avoid hoax news. Then the importance of the role of the community in facing the spread of hoax news so as not to harm themselves and others legally and socially.Keywords: covid-19, hoaxes, digital literacy, legal awareness  ABSTRAKSaat ini di Indonesia sedang dilanda corona virus, corona virus merupakan penyakit baru  yang disebut dengan istilah Covid-19. Banyak berita yang mengangkat topik corona virus, bahkan dalam kondisi seperti ini masih banyak peristiwa penyebaran berita hoax atau berita palsu. Dengan perkembangan teknologi saat ini, penyebaran berita hoax sangat gampang terjadi melalui media sosial yaitu internet. Dalam jurnal ini memfokuskan pada permasalahan penyebaran berita palsu yang terkait covid-19 dan peran masyarakat dalam menghadapi berita hoax dengan literasi digital. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris dan content analysis terkait penyebaran berita hoax. Tujuan penelitian ini menjelaskan upaya kepada masyarakat untuk menghadapi berita hoax terkait covid-19 dengan literasi digital. Kebaruan riset dalam penelitian ini peneliti menghubungkan kesadaran masyarakat dengan tanggung jawab hukum atas pelaku penyebaran berita hoax. Hasil penelitian ini, menunjukkan banhwa budaya literasi melalui artikel, youtube membuat masyarakat lebih mudah dalam mengidentifikasi berita hoax. Budaya literasi digital menjadi solusi untuk menghindari berita hoax. Kemudian pentingnya peran masyarakat menghadapi penyebaran berita hoax agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain secara hukum dan sosial.Kata kunci: covid-19, hoax, kesadaran hukum, literasi digital

Page 1 of 1 | Total Record : 7